Kau begitu elok
Aku begitu layu
Merunduk menghujam
menuju tanah
Mungkinkah kita bersama?
Iyakah kita akan bersatu?
Kau benderang bagai
cahaya bintang.
Dan aku?
Aku hanya seutas cahaya
yang redup ditengah gelapnya malam.
Kau langitku.
Kau pelangiku.
Kau matahariku.
Tapi apa daya hati tak
gerak.
Ku tak mampu menemanimu
dalam kilau api yang membara.
Biarkan aku hanyut terbawa arus.
Biarkan aku terbang
menemui badai.
Kujaga kau dalam
sanubari.
Sampai waktu tak
berdetak
Kau tetap permata
bagiku
“Kinarr!!!” teriak Rana
dari depan pintu kelas Kinar.
Seorang laki-laki
bertubuh jangkung dengan wajah yang rupawan menoleh dari tempat duduknya. Dia
bergerak maju ke depan kelas.
“ada apa Na?” tanya
Kinar.
“aku udah dapet
tugasnya nih.” Kata Rana senang.
“oh, iya.” Kata Kinar
datar. Dia hendak kembali ke tempatnya semula.
“kenapa kamu Nar? Muka
kamu kusut gitu?” tanya Rana penasaran.
“nggak kok.”
“alah, nggak usah
bohong. Aku tau kamu Kinar. Kamu kenapa? Ada masalah? Kamu putus sama Sarah? Kamu
dimarahin bapak kamu lagi? Kamu dapet nilai jelek? Kenapa Nar? Crita dong!”
Rana bertanya hampir tak memperhatikan titik koma.
“udah nanyanya?” tanya
Kinar geram mendengar pertanyaan Rana yang seperti tak ada habisnya.
“aku kan Cuma nanya
Nar. Maaf deh. Aku balik ke kelas dulu kalo gitu.” Rana sedih mendengar jawaban
Kinar barusan. Dia hanya ingin membantu, tak lebih dari itu.
Rana berlalu
meninggalkan kelas Kinar. Wajahnya yang tadi ceria kini berubah menjadi kusut
layaknya wajah Kinar yang Rana temui tadi.
Rana dan Kinar sudah
berteman sejak masuk SMA. Lebih tepatnya sejak MOS di sekolah itu. Mereka
sangat bertolak belakang, entah dari sikapnya, postur tubuhnya, bahkan hingga
isi otaknya.
Kinar seorang laki-laki
jangkung berparas rupawan adalah kapten basket sekolah. Dia pendiam, lurus dan
selalu berpikir serius. Di benaknya hanya tugas, basket, tugas lagi dan kembali
ke basket lagi. Hanya dua dunia itu yang menurutnya hidup. Dan Rana adalah seni
bagi Kinar. Dalam diri Rana dia menemukan kebahagiaan. Menemukan gelombang
dalam kehidupan dan menemukan senyuman.
Rana adalah gadis kecil
atau lebih tepatnya mungil. Suka mengkhayal dan selalu ceria. Dia mengibaratkan
segala kehidupan ini sama seperti dongeng-dongen ataupun novel-novel yang
sering dia baca. Wajahnya tak terlalu cantik karena ditutupi dengan kacamata
berminus tebal itu. Rana memiliki kulit coklat kehitaman hal itu yang membuat
dia tak pernah takut bergerak kesana kemari walau panas sangat menyengat. Kinar
adalah penata hidupnya, kaki-kaki yang membantunya menginjak bumi lagi setelah
sekian lama berada di dunia khayal. Selalu meningatkan Rana untuk hal sekolah
tugas dan yang berbau keseriusan lainnya.
Mereka berdua beda,
tapi mereka dapat mengkombinasikan perbedaan itu dan membuat mereka berdua
lebih sempurna.
***
Kinar memasuki kelas
Rana yang renggang. Dia tek menemukan Rana disana. Dia berjalan kearah Reno
teman sekelas Rana yang duduk santai dibawah pohon depan kelas.
“No, Rana mana?” tanya
Kinar.
“bukannya kamu lagi
marah sama dia?” tanya Reno
“ah, udah nggak. Rana
mana sekarang?” tanya Kinar lagi
“nggak tau, sejak bel
tadi dia udah ngilang. Coba deh kamu sms atau telfon dia.” Jawab Reno
“udah No, tapi nggak
diangkat. Aku sms juga nggak dibalas. Rana kemana ya?” ucap Kinar kawatir. Dia
menoleh-noleh ke segala arah, berharap menemuka seseorang yang dia cari disudut
sana.
“makanya. Kalo ngomong
sama cewek itu hati-hati.” Kata Reno
Kinar menoleh ke arah
Reno sekilas. Sejurus dia berlalu meninggalkan Reno. Kinar bergegas ke kantin
sekolah, kosong. Dia menuju ke perpustakaan. Rana juga nggak ada disana.
“lihat Rana nggak?”
tanya Kinar pada teman sekelas Rana yang dia jumpai dijalan.
“nggak Nar.”
“lihat Rana nggak?”
“nggak Nar.”
“Rana kamu kemana sih,
udah hampir bel nih. Aku minta maaf kalo aku salah ngomong tadi pagi. Ayolah
Rana, kamu dimana?” kata Kinar dalam hati.
Bel pun sudah berbunyi
pertanda istirahat udah bubar. Kinar yang patuh banget sama aturan mengentikan
langkahnya mencari Rana dan kembali ke kelasnya.
Sepanjang pelajaran,
hati Kinar tak tenang. Dia merasa sangat bersalah sama Rana. Pikiran Kinar
semakin tak karuan. Pelajaran berakhir. Bel istirahat ke dua berdentang.
Kinar bergegas ke kelas
Rana.
“Rana kemana?” tanya
Kinar pada teman Rana.
“ke masjid. Tadi sama
Reno.” Kata gadis berambut lurus panjang itu.
“oke makasih.” Kinar berlari
menuju masjid sekolah diujung barat.
***
Setelah sampai di
masjid Kinar menemukan Rana sedang solat disana. Ditungguinya sampai Rana
selesai solat.
“Rana.” Panggilnya.
Ketika Rana memakai sepatunya diteras masjid.
Rana menoleh “Hai .”
teriaknya.
Kinar berjalan
mendekati Rana.
“ngapain kamu disini?”
tanya Rana.
“nyariin kamu jelek.”
Kinar mengacak-acak rambut lurus Rana.
“hehe. Tumben. Ada apa
emang?” tanya Rana seneng
“ga ada apa-apa.”
Rana terlihat manyun
seperti anak kecil batal dapat coklat.
“ayoh ke kelas jelek.
Udah sepi nih.” Kata Kinar.
Untuk pertama kalinya
Kinar megang tangan Rana dan itu terasa sangat hebat bagi Rana. Kinar terus
menarik tangan Rana hingga sampai dikelas.
“Kinar, sayang ya kamu
nggak pernah tau rasa ini.” Kata Rana dalam hati.
“Nar, tunggu bentar
deh.” Kata Rana
“apa?” tanya Kinar.
“aku mau tanya. Kenapa
kamu jadi baik sama aku? Tadi pagi kan masih marah?” tanya Rana dengan
polosnya.
“nggak apa-apa Rana.”
Kata Kinar. Dia tersenyum teramat manis pada Rana. Dan Rana tak bisa berkata
apa-apa ketika itu.
***
Pulang sekolah Kinar udah
ada di depan gerbang.
“Rana!!” teriak Kinar.
Rana kaget. Dia menoleh
ke arah suara itu.
“Rana. Sinii!!” teriak
Kinar lagi.
Rana berlari ke arah
Kinar.
“ada apa Nar?” tanya
Rana.
“ayoh pulang bareng.”
Ajak Kinar
“nah? Emang kemana
sepeda kamu?” tanya Rana
“si eneng. Mangkanya
kalo berangkat itu jangan suka telat. Aku tadi nggak bawa sepeda. Bocor bannya.
Jadi aku tinggal di kos” Kata Kinar menerangkan
Rana hanya tersenyum
menahan malu. “iya deh iya Bapak Kinar.” Kata Rana tertawa cekikikan.
“Na, maafin yah soal
yang tadi pagi.” Kata Kinar
“oh, nggak apa-apa
kok.” Rana tersenyum.
“......” Kinar terdiam
lama.
“Nar, tau nggak. Kita
itu beda. Beda banget. Sulit bagi aku ngikutin langkah kamu, yang jelas-jelas
aja jalannya udah nggak sama dengan jalan yang aku lalui.” Kata Rana
Kinar menghentikan
langkahnya. Dia terdiam memandang seorang gadis kecil yang semakin jauh
melangkah dihadapannya. Sesaat dia memikirkan perkataan gadis itu.
“Nar! Ayokk!!” teriak
Rana jauh di depannya.
Kinar berlari mengejar
Rana.
“tapi kita udah buktiin
Na, kita bisa hadapin perbedaan itu. Aku dan kamu itu tetep akan jadi sahabat.
Kita akan selalu bersama.” Kata Kinar meyakinkan .
Rana menoleh pada
laki-laki disampingnya. Dia tersenyum.
“lihat Nar. Lihat. Aku
ini kecil, penghayal dan terkadang suka bikin ulah dan nyusahin kamu.” Kata
Rana. “aku nggak mau nyusahin kamu Nar. Aku nggak mau semua itu terjadi. Aku
nggak ada pantas-pantasnya jadi teman kamu. Aku udah coba selama hampir dua
tahun ini, tapi aku tetap tak bisa Nar. Kamu selalu berpikir rasional dan aku
suka banget hayal menghayal. Kita itu beda Kinar.” Rana berkata dengan mata berkaca-kaca.
Kinar memeluk tubuh
mungil Rana.
“kamu salah Rana. Kita
emang beda. Tapi kita pasti selalu bisa hadapin itu. Aku percaya. Dan aku akan
selalu percaya, bahwa kita bisa.” Kata Kinar.
Rana menangis dipelukan
Kinar.
“kamu harus berjanji
akan selalu ada buat aku.” Kata Kinar.
“kamu juga harus janji
nggak akan ninggalin aku. Kita sahabat selamanya.” Kata Rana
“Janji.” Jawab Kinar
“Janji.” Rana tersenyum
senang.
~end~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar